Menurut DSM, pedofil (pedos, berarti “anak” dalam bahasa Yunani) adalah orang dewasa yang mendapatkan kepuasan seksual melalui kontak fisik dan sering kali seksual dengan anak-anak prapubertas yang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka. DSM-IV-TR mensyaratkan para pelakunya minimal 16 tahun dan minimal 5 tahun lebih tua dari si anak. Pedofilia lebih banyak diidap oleh laki-laki daripada perempuan. Gangguan ini sering kali komorbid dengan gangguan mood dan anxietas, penyalahgunaan zat, dan tipe parafilia lainnya. Pedofil bisa heteroseksual dan homoseksual.
Kasus pedophilia terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Pedophilia homoseksual, yaitu obejk seksualnya adalah anak laki-laki dibawah umur
b. Pedophilia heteroseksual, yaitu objek seksualnya adalah anak perempuan di bawah umur
Penyebab pedophilia antara lain sebagai berikut :
a. Hambatan dalam perkembangan psikologis yang menyebabkan ketidakmampuan penderita menjalin relasi heterososial dan homososial yang wajar
b. Kecenderungan kepribadian antisocial yang ditandai dengan hambatan perkembangan pola seksual yang matang disertai oleh hambatan perkembangan moral
c. Terdapat kombinasi regresi, ketakutan impoten, serta rendahnya tatanan etika dan moral
Kekerasan jarang menjadi bagian dalam pencabulan tersebut, meskipun hal itu dapat terjadi, seperti yang kadang menarik perhatian orang dalam berbagai berita besar di media. Namun, meskipun sebagian besar pedofil tidak melukai korbannya secara fisik, beberapa diantaranya sengaja menakut-nakuti si anak, misalnya membunuh hewan peliharaan si anak dan mengancam akan lebih menyakitinya jika si anak melapor kepada orang tuanya. Kadang pedofil senang membelai rambut si anak, namun ia juga dapat memain-mainkan alat kelamin si anak, mendorong si anak untuk memain-mainkan alat kelaminnya, dan lebih jarang terjadi mencoba memasukannya ke alat kelamin si anak. Sejumlah kecil pedofil, yang juga dapat diklasifikasikan sebagai sadistis seksual atau berkepribadian antisocial (psikopatik), menyakiti objek nafsu mereka secara fisik dan menyebabkan cedera serius.
Contoh Kasus Pedophilia
indosiar.com, Sumatera Barat - Tawa canda riang anak-anak usia belia ini, lazim kita temui bila tengah berkumpul. Sepanjang hari mereka mengisi waktu dengan bermain. Tidak ada perasaan cemas, takut, apalagi pusing memikirkan apa yang akan terjadi di masa depan.
Mereka tumbuh dengan normal, dan itu pula yang dijalani anak-anak di Desa Siwalan Bawah, Kecamatan Kapur Sembilan, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat. Sayang, suasana ceria itu tidak mudah lagi ditemui. Para orang tua kini dihinggapi rasa cemas setelah mendapat kabar dikampung mereka berkeliaran pengidap kelainan seksual. Dan puluhan anak berusia dibawah umur, telah menjadi korbannya. Mereka disodomi.
Menurut pihak kepolisian, terungkapnya kasus ini, awalnya dari seorang bocah laki-laki yang menderita demam panas. Pengusutan polisi atas kasus ini, membuat kaget semua warga. Sang bocah mengaku, ia telah disodomi Pirin, pria dikampung mereka. Dan membuat orang tua terkesiap, korban kebejatan Pirin ternyata sudah tak terhitung lagi.
Peristiwa amoral ini awalnya coba diselesaikan melalui jalur adat. Dengan menyerahkan masalahnya kepada para pemimpin adat, yang oleh masyarakat adat Minangkabau, disebut "jorong".
Namun karena para orang tua korban minta pelakunya ditindak tegas, pendekatan adat itu tidak diteruskan. Para tokoh adat setuju, kasus ini diserahkan ke kepolisian. Pirin pun dibekuk. Besarnya perhatian masyarakat atas kejadian ini, membuat Polres 50 Kota mengambil alih penanganan kasusnya.
Warga Kapur Sembilan tidak pernah membayangkan di kampung mereka yang jauh dari hiruk pikuk dan keramaian kota, akan hadir seorang penderita kelainan seks mengincar anak-anak dan bebas berkeliaran, mencari mangsa. Apalagi sebagaimana khabar yang mereka dengar, korbannya sudah tak terhitung.
Dalam pemeriksaan di kepolisian, Pirin hanya bisa pasrah dan mengakui semua tuduhan padanya. Menurut pria ini, perbuatannya tersebut telah dilakukan sejak 5 tahun silam, saat ia berusia 20 tahun.
Mempertimbangkan beratnya dampak traumatik yang harus dipikul para korban. Pihak Kepolisian Resort 50 Kota pun, tidak main-main. Mereka memasang sejumlah pasal, dengan ancaman hukuman sangat berat kepada tersangka.
Lima tahun. Ya, selama itulah tersangka Pirin bebas menjalankan aksinya. Mencabuli bocah-bocah dikampungnya, tanpa diketahui pihak lain kecuali para korban sendiri. Seorang psikiater dari Rumah Sakit Ahmad Mukhtar Bukittinggi, dr Ermi Ruslan berpendapat, bahwa ada beberapa faktor yang membuat tersangka bebas menjalankan aksinya. Salah satu faktor itu adalah lingkungan tempat tinggal tersangka, yang cukup mendukung bagi tersangka menjalankan aksinya.
Soal pandainya tersangka menyembunyikan belangnya, menurut Ermi memang menjadi ciri para penderita phedofilia. Sifat sehari-hari tersangka yang pendiam, merupakan penyamaran yang sempurna bagi laki-laki itu, dalam mencari calon mangsanya.
Dalam pemeriksaan di kepolisian, soal kelainan nafsu seksual itu diakui tersangka. Bahkan kadang-kadang gejolak nafsu itu datang begitu saja. Yang mengejutkan, dalam kehidupan sosialnya tersangka justru terbilang normal. Ia memiliki istri, bahkan tengah hamil 8 bulan. Semua tidak menghentikan nafsu bejatnya terhadap anak-anak dikampungnya.
Namun sadar atau tidak, sikap keluarga korban memberi andil lambatnya kasus ini terungkap. Kultur, agama dan budaya malu, yang begitu kuat dalam tradisi kehidupan mereka, telah membuat sepak terjang tersangka lama tidak terendus. Selain itu, perasaan khawatir atas keselamatan anak mereka.
Ada orang tua sampai berpikir, jangan-jangan Pirin memang benar memiliki peliharaan harimau. Pirin memang telah merusak indahnya masa depan sejumlah anak dikampungnya. Kalangan orang tua korban, sangat menyadari itu.
Besarnya dampak dan daya rusak perilaku tersangka ini terhadap perkembangan mental dan masa depan para korban, sangat disadari pihak kepolisian dalam menyikapi kasus ini. Mereka memasang sejumlah pasal agar tersangka tidak luput dari jerat hukum.
Peristiwa sodomi yang dialami 21 orang anak dibawah umur di Sumatera Barat ini, menambah panjang daftar hitam kasus kejahatan yang merusak tatanan sosial di masyarakat kita. Mungkin sudah waktunya, hukuman bagi para pelakunya lebih diperberat, mengingat dampak yang harus ditanggung korbannya sangatlah berat.(Idh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar